Sebuah CERPEN yang ditulis sebagiannya berdasarkan kisah nyata
Helmy Fahruroji
032105068
Tepat pukul 04.15 pm aku tiba di dalam stasiun
Ayunan langkah yang sudah cukup lelah kuarahkan menuju sebuah mushola mungil yang terletak di sudut stasiun karena aku belum menunaikan shalat Ashar sekarang ini. Setelah selesai shalat dan merapihkan barang bawaanku aku segera keluar, barangkali sudah ada kereta untuk menghantarku pulang. Ketika tiba di luar mushala hati terasa tenang, pikirankupun menjadi agak lebih sejuk. Sebelumnya kepalaku seakan sesak oleh tugas-tugas ujian akhir semster yang diberikan oleh para dosen pembimbingku.
Segera aku mencari tempat untuk istirahat, sekedar duduk-duduk. Tetapi aku melihat tidak ada tempat duduk yang kosong, sampai-sampai bangku para penjajak makanan dan minuman pun terisi oleh para penumpang yang menunggu kereta. Sepertinya hari ini kereta datang terlambat, memang kereta ekonomi di negeriku ini sering datang terlambat. Tidak jarang aku menunggu kereta hingga rasa jengkel datang menghampiriku untuk memaki para pekerja perkeretaapian. Itulah, resiko bila menggunakan jasa kereta untuk pulang pergi ke kampusku tetapi naik kereta itu aku anggap lebih mengasikan dibanding naik bus atau angkot, sebab banyak waktu yang bisa dimanfaatkan untuk membaca, melihat barang-barang unik dan jajan yang harganya relatif murah.
Sudah hampir
Tidak lama berselang setelah kereta Pakuan tiba dan berhenti, ia naiki kereta itu. Tampak ia berbincang dengan dengan seorang musisi jalanan yang memang sering kumelihatnya. Aku melihat orang-orang berdatangan bahkan pedagang mengerumuninya, sebenarnya aku sangat ingin mendekat tapi kuurungkan itu, akhirnya aku melihat dari kejauhan saja. Yang aku bingung apakah orang asing itu memang hendak menjadi pengamen. Aku masih belum bisa percaya!.
Akhirnya yang ditunggu datang, ya . . . kereta ekonomi jurusan
Setibanya dalam gerbong aku mencari tempat duduk, namun lagi-lagi aku tidak dapat bangku untuk duduk. Aku mencoba menelusuri gernong lain ya tapi hasilnya sama saja. Aku memilih untuk berdiri dekat pintu agar dapt merasakan tiupan angin yang menyentuhku. Mataku menatap kembali pada peron II yang jelas sekali terlihat orang-orang di
Kereta yang kutumpangi pun perlahan melepaskan ikatannya pada rel, perlahan melaju semakin lama semakin cepat hingga hilanglah pemandangan yang tampak di peron II stasiun
Sampai jumpa musisi jalanan asing Pern II Bogor!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar